PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke

Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.
Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang.Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.
Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia-Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.

Sebelum meletusnya Perang Asia Timur Raya, Jepang memetakan wilayah Asia Tenggara menjadi 2 bagian, yaitu :

1.  Wilayah A, yaitu beberapa koloni Inggris, Belanda dan Amerika Serikat yang meliputi wilayah ; Semenanjung Melayu, Kalimantan Utrara, Philipina dan Indonesia

2.  Wilayah B, yaitu koloni Perancis yang meliputi Vietnam, Laos dan kamboja

Jepang menguasai kawasan Asia Tenggara, khususnya wilayah A dengan tujuan ; menjadikan kawasan Aasia Tenggara sebagai sumber bahan mentah bagi industri perang dan pertahanannya. Jepang juga berusaha memotong garis perbekalan musuh yang berada di wilayah ini.
     
Jepang memperoleh kemenangan mudah untuk menduduki Indonesia yang dikuasai Belanda pada bulan Januari 1942. Dimulai dari wilayah Tarakan (Kalimantan Timur) sebagai penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia, berturut-turut kemudian wilayah Balikpapan, Ambon,Kendari, Pontianak dapat dikuasai pada bulan yang sama. Pada bulan Pebruari 1942 Jepang berhasil menguasai Palembang.
     
Untuk menguasai Indonesia, Jepang menggunakan 2 jalur, yaitu :

1   Lewat Philipina ; Tarakan, Balikpapan, Bali, Rembang Indramayu
2.  Lewat Semenanjung Melayu ; Palembang, Pontianak, Tanjung Priok
      
Pada tanggal 5 Maret 1942 tentara Jepang berhasil menguasai Batavia. Karena semakin terdesak serta tidak adanya bantuan dari Amerika Serikat akhirnya Belanda terpaksa harus menyerah tanpa syarat kepada Jepang melalui Perjanjian Kalijati (Subang Jawa barat) pada tanggal 8 Maret 1942. Perjanjian ini ditandatangani oaleh Jenderal Teerporten selaku wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Indonesia (Tjarda Van Stackenborg Stackhouwer) dengan Jenderal Immamura sebagai Pimpinan bala tentara Jepang di Indonesia
     
Pemerintahan Jepang di Indonesia di bidang Milliter
Sebutan resmi pemerintahan milliter Jepang adalah Bala Tentara Nippon memegang kekuasaan militer dan segala kekuasaan yang dulu dipegang oleh gubernur Jendral (pada masa kekuasaan Belanda). Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan ini, kekuasaan atas wilayah Indonesia dipegang oleh dua angkatan perang yaitu angkatan darat (Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun). Masing-masing angkatan mempunyai wilayah kekuasaan. Dalam hal ini Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah kekuasaan yaitu:
  1. Wilayah I : Daerah Jawa dan Madura dengan pusatnya Batavia berada di bawah kekuasaan Rikugun.
  2. Wilayah II : Daerah Sumatra dan Semenanjung Tanah Melayu dengan pusatnya Singapura berada di bawah kekuasaan Rikugun.
  3. Wilayah III : Daerah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Irian berada di bawah kekuasaan Kaigun.
Selain itu Jepang juga mendirikan berbagai organisasi kemilliteran seperti :

1.Gerakan Tiga A, Gerakan ini disebut Gerakan Tiga A karena semboyannya adalah Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia. Gerakan ini dipimpin oleh Syamsuddin SH. Namun dalam perkembangan selanjutnya gerakan ini tidak dapat menarik simpati rakyat, sehinnga pada tahun 1943 Gerakan Tiga A dibubarkan dan dibagi dengan Putera.

2. Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA), Organisasi ini dibentuk pada tahun 1943 dibawah pimpinan “Empat Serangkai”, yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, KH Mas Mansyur. Gerakan Putera ini pun diharapkan dapat menarik perhatian bangsa Indonesia agar membantu pasukan Jepang dalam setiap peperangan yang dilakunnya. Ternyata Gerakan Putera yang menjadi bentukan Jepang ini ternyata menjadi bumerang bagi Jepang. Hal ini disebabkan oleh anggota-anggota dari Putera yang memiliki sifat nasionalisme yang tinggi.

3. Pembela Tanah Air (PETA),  PETA merupakan sebuah organisasi bentukan Jepang dengan keanggotaanya berisi pemuda-pemuda Indonesia. Dalam organisasi PETA ini para pemuda bangsa Indonesia dididik atau mendapatkan latihan kemiliteran dari pasukan Jepang. Pemuda-pemuda inilah yang menjadi tiang utama perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Tujuan awalnya pembentuka organisasi PETA ini adalah untuk memenuhi kepentingan peperangan Jepang di Lautan Pasifik. Namun karena PETA bersifat nasional dan diaanggap sangat membahayakan kedudukan Jepang atas wilayah Indonesia, maka pada tahun 1944 PETA dibubarkan. Berikutnya Jepang mendirikan organisasi lainnya yang bernama Perhimpunan Kebaktian Rakyat yang lebih terkenal dengan nama Jawa Hokokai. Kepemimpinan organisasi ini berada di bawah Komando Militer Jepang.

Karena Pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia dipegang oleh militer, maka semua jenis kegiatan diarahkan untuk kepentingan perang. Sumber alam dan bahan makanan diperas oleh Jepang. Hal ini menyebabkan rakyat sangat menderita  serta kekurangan sandang dan pangan sehingga terjadi kematian diberbagai tempat. Selain pemerasan dibidang pertanian, Jepang juga mewaijibkan rakyat untuk menyerahkan besi-besi tua untuk pembuatan senjata. Jepang juga merampas harta benda rakyat terutama emas.
               
Selain itu juga akibat pemerintahan kemilliteran Jepang, Kebijakan pemerintah pada pendudukan Jepang antara lain berupa pengerahan tenaga rakyat untuk melaksanakan kerja paksa. Selain itu, para pemuda juga diwajibkan untuk masuk menjadi anggota organisasi militer maupun semi militer yang dibentuk Jepang.
   
      1.    Romusha
            Romusha adalah kerja paksa (tanpa dibayar) pada zaman penduduka Jepang. Tujuannya adalah membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan rakyat Jepang. Sarana dan prasarana tersebut antara lain jembatan, lapangan terbang, serta gua-gua tempat persembunyian.
       
2.    Kinrohosi
            Kinrohosi adalah kerja paksa (tanpa dibayar) untuk para pamong desa dan pegawair rendahan. Mereka diperlakukan sebagai tenaga romusha yang lainnya. Para kinrohosi banyak yag dikirim ke luar Jawa untuk membantu membuat pertahanan tentara Jepang.
   
 3.    Wajib Militer
            Berikut ini wajib militer yang dibentuk untuk membantu Jepang menghadapi Sekutu.
   
 a)    Seinendan (Barisan Pemuda), dibentuk tanggal 9 Maret 1943 dengan anggota para pemuda usia 14-22 tahun.
   
 b)    Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), dibentuk tanggal 29 April 1943 dengan anggota para pemuda usia 23-25 tahun.
    
c)    Fujinkai (Barisan Wanita), dibentuk pada bulan Agustus 1943, dengan anggota para wanita usia 15 tahun ke atas.
    
d)    Gakutotai (Barisan Pelajar), anggotanya terdiri dari murid-miridd sekolah lanjutan.
   
 e)    Heiho (Pembantu Pranjurit Jepang), dibentuk pada bulan April 1943 dengan anggota pemuda berusia 18-25 tahun.
    
f)     PETA (Pembela Tanah Air), dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 dengan tujuan untuk memoertahankan tanah air Indonesia dari penjajahan bangsa Barat.
   
 g)    Jawa Hohokai (Kebaktian Rakyat Jawa), dibentuk pada tanggal 1 Maret 1944 dengan tujuan untuk mengerahkan rakyat agar mau membantu atau berbakti kepada Jepang.
    
h)   Suisyintai (Barisan Pelopor), dibentuk pada tanggal 24 September 1944 dan diresmikan pada tanggal 25 September 1944. Tujuannya untuk meningkatkan kesiapsiagaan rakyat.


Perlawanan rakyat Indonesia terhadap Jepang
                  
Karena rakyat Indonesia tidak terima terhadap pemerintahan Jepang dan merasa tersiksa, banyak sekali terjadi perlawanan-perlawanan di berbagai daerah di Indonesia, antara lain adalah :

1.Perlawanan koreri di biak
Perlawanan ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan “Koreri” yang berpusat di Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai budak belian, dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban, tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Biak.

2. Perlawanan Pang Suma
Perlawanan Rakyat yg dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan Selatan. Pang Suma adalah pemimpin suku Dayak yg besar pengaruhnya dikalangan suku-suku di daerah Tayan dan Meliau. Perlawanan ini bersifat gerilya untuk mengganggu aktivitas Jepang di Kalimantan.
Momentum perlawanan Pang Suma diawali dengan pemukulan seorang tenaga kerja Dayak oleh pengawas Jepang, satu di antara sekitar 130 pekerja pada sebuah perusahaan kayu Jepang. Kejadian ini kemudian memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai puncak dalam sebuah serangan balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang Desa, dari April hingga Agustus 1944 di daerah Tayan-Meliau-Batang Tarang (Kab. Sanggau). Sekitar 600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Suma.

3.Peristiwa Singaparna
Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Jawa Barat (Singaparna) di bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Beliau menolak dengan tegas ajaran yang berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap pagi, yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Kewajiban Seikerei ini jelas menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena termasuk perbuatan syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu beliaupun tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat tanam paksa.
Saat utusan Jepang akan menangkap, KH. Zainal Mustafa telah mempersiapkan para santrinya yang telah dibekali ilmu beladiri untuk mengepung dan mengeroyok tentara Jepang, yang akhirnya mundur ke Tasikmalaya. Jepang memutuskan untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya untuk mengakhiri pembangkangan ulama tersebut. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadilah pertempuran sengit antara rakyat dengan pasukan Jepang setelah salat Jumat. Meskipun berbagai upaya perlawanan telah dilakukan, namun KH. Zainal Mustafa berhasil juga ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya kemudian dibawah ke Jakarta untuk menerima hukuman mati dan dimakamkan di Ancol.

4. Peristiwa Indramayu, April 1944
Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel, Sindang Kabupaten Indramayu. Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di kedua wilayah (Lohbener dan Sindang) agar daerah lain tidak ikut memberontak setelah mengetahi kekejaman yang dilakukan pada setiap pemberontakan

5. Pemberontakan Teuku Hamid

Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton pasukannya melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada bulan November 1944. Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman akan membunuh para keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi tersebut memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah, sehingga akhirnya dapat ditumpas. Di daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di Kabupaten Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh satu regu Giyugun (perwira tentara sukarela), namun semua berakhir dengan kondisi yang sama yakni berhasil ditumpas oleh kekuatan militer Jepang dengan sangat kejam.

6. Peristiwa Cot Plieng, Aceh 10 November 1942
Pemberontakan dipimpin seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji di Cot Plieng Lok Seumawe. Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak berhasil, sehingga Jepang melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan salat Subuh. Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe. Begitu juga dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru pada serangan terakhir (ketiga) Jepang berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang salat.

7. Pemberontakan PETA
Perlawanan PETA terjadi hingga 3 kali yaitu :
Perlawanan PETA (pusat tenaga rakyat) di Blitar (29 Februari 1945)
Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.
Perlawanan PETA di Meureudu, Aceh (November 1944)
Perlawanan ini dipimpin oleh Perwira Gyugun T. Hamid. Latar belakang perlawanan ini karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit Indonesia pada khususnya.
Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945)
Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco) Kusaeri bersama rekan-rekannya. Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati tetapi tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh Sekutu.

DAMPAK PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

A. Aspek politik

Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (pemerintah militer Jepang) adalah melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengendalikan seluruh organisasi nasional.
Anda dapat membayangkan, keluarnya UU tersebut, praktis menjadikan organisasi nasional yang pada saat itu sedang giat-giatnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia harus dilumpuhkan. Anda masih ingat perjuangan Parindra dan GAPI? Perjuangan Parindra dan GAPI adalah Indonesia mulia dan sempurna serta berusaha untuk menentukan nasib sendiri bagi bangsa Indonesia. Parindra berusaha untuk mempersatukan persepsi/pandangan organisasi pergerakan nasional dengan cara menggabungkan beberapa organisasi. Sementara GAPI berjuang untuk mencapai kemerdekaan dengan jalan perjuangan melalui tuntutan Indonesia berparlemen. Tentu saja perjuangan Parindra dan GAPI akan membahayakan posisi Jepang yang baru saja menginjakkan kakinya di Indonesia.
Dalam rangka menancapkan kekuasaan di Indonesia, pemerintah militer jepang melancarkan strategi politisnya dengan membentuk gerakan Tiga A.
Gerakan ini merupakan upaya Jepang untuk merekrut dan mengerahkan tenaga rakyat yang akan dimanfaatkan dalam perang Asia Timur Raya. Berbagai propaganda akan dilakukan agar gerakan tersebut sukses dan Indonesia dapat meyakini bahwa Jepang adalah bangsa Asia yang memiliki kelebihan dan dapat diharapkan membebaskan Indonesia dari penjajahan Barat.
Gerakan Tiga A dalam realisasinya, tidak mampu bertahan lama, karena rakyat Indonesia tidak sanggup menghadapi kekejaman militer Jepang dan berbagai bentuk eksploitasi yang dilakukan bahkan jika boleh mengistilahkan, “masih lebih baik dijajah oleh Belanda daripada dijajah Jepang”. Hal tersebut membuktikan kekejaman militer Jepang sulit tertandingi.
Ketidaksuksesan gerakan Tiga A,membuat Jepang mencari bentuk lain untuk dapat menarik simpati rakyat. Upaya yang dilakukan adalah menawarkan kerjasama dengan para pemimpin indonesia untuk membentuk “Putera”. melalui Putera diharapkan para pemimpin nasional dapat membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual untuk mengabdikan pikiran dan tenaganya demi kepentingan perang melawan Sekutu.

Melihat peluang untuk melakukan perjuangan secara non kooperasi sulit dilakukan, akhirnya para pemimpin mencoba memanfaatkan peluang kerjasama tersebut, dengan harapan Putera dapat menjadi wadah untuk menggalang prsatuan dan menjadi kekuatan tersembunyi. Paling tidak Putera akan menjadi wadah untuk melakukan konsolidasi kekuatan minimal para pemimpin dapat berdialog dengan rakyat melalui sarana/fasilitas yang dimiliki pemerintah Jepang.
Keberhasilan organisasi Putera, tidak terlepas dari kemampuan para pemimpin serta tingginya kepercayaan rakyat Indonesia pada para tokoh nasional untuk memperjuangkan Indonesia merdeka. Indikasinya dapat Anda lihat dari kemajuan organisasi Putera sampai ke berbagai daerah dan kemandirian Putera dalam menjalankan kegiatan operasional tanpa suntikan dana dari pemerintah Jepang. meskipun Putera tidak mampu menghasilkan karya konkrit bagi perjuangan pergerakan nasional namun, dengan adanya Putera mentalitas bangsa Indonesia secara tidak langsung sudah dipersiapkan untuk dapat memperjuangkan proklamasi kemerdekaan. Hal serupa dapat Anda lihat pada pembentukan organisasi militer PETA.

Langkah pendudukan selanjutnya Jepang membentuk Dinas Polisi Rahasia yang disebut Kempetai bertugas mengawasi dan menghukum pelanggaran terhadap pemerintah Jepang. Pembentukan Kempetai ini menyebabkan tokoh-tokoh pergerakan Nasional Indonesia memilih sikap kooperatif untuk menghindari halhal yang tidak diinginkan, karena kekejaman Kempetai yang sangat terkenal.
Diskriminasi politik tentara pendudukan juga diterapkan, untuk membedakan wilayah Jawa dengan luar Jawa. Untuk pulau Jawa Jepang bersikap lemah karena pertimbangan jauh dari Sekutu, sementara untuk luar Jawa sebaliknya mendapat kontrol/pengawasan yang sangat ketat.
Selain itu,

Jepangpun melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan cara:

a. Menganggap Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia (ingat Hakko Ichiu?) 
b. Melancarkan semboyan 3A (Jepang pemimpin, Jepang cahaya dan Jepang pelindung Asia)
c. Melancarkan simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa pelajar.
d. Menarik simpati umat Islam untuk pergi Haji
e. Menarik simpati organisasi Islam MIAI. (ingat modul 3, mengapa MIA tidak dibubarkan?)
f.  Melancarkan politik dumping
g. Mengajak untuk bergabung tokoh-tokoh perjuangan Nasional seperti: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta serta     Sutan Syahrir, dengan cara membebaskan tokoh tersebut dari penahanan Belanda.

Selain propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa pembentukan badan-badan kerjasama seperti berikut:

a. Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dengan tujuan membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual agar menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada Jepang.

b. Jawa Hokokai (Himpunan kebaktian Jawa) merupakan organisasi sentral dan terdiri dari berbagai macam profesi (dokter, pendidik, kebaktian wanita pusat dan perusahaan).

Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah.

Setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah Hindia Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer:

1. Daerah bagian tengan meliputi Jawa dan madura dikuasai oleh tentara keenambelas denagn kantor pusat di Batavia.

2. Daerah bagian Barat meliputi Sumatera dengan kantor pusat di Bukit tinggi dikuasai oleh tentara keduapuluhlima.

3. daerah bagian Timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku dan Irian Jaya dibawah kekuasaan armada selatan kedua dengan pusatnya di Makassar.

Selain kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga melakukan perubahan dalam birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah pembentukan organisasi pemerintahan di tingkat pusat dengan membentuk Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan penasehat.

Untuk mempermudah pengawasan dibentuk tiga pemerintahan militer yakni:

1. Pembentukan Angkatan Darat/Gunseibu, membawahi Jawa dan Madura dengan Batavia sebagai pusat dan dikenal dengan tentara ke enam belas dipimpin oleh Hitoshi Imamura.

2. Pembentukan Angkatan Darat/Rikuyun, yang membawahi Sumatera dengan pusat Bukit Tinggi (Sumatera Barat) yang dikenal dengan tentara ke dua puluh lima dipimpin oleh Jendral Tanabe.

3. Pembentukan Angkatan Laut/Kaigun, yang membawahi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) yang dikenal dengan Armada Selatan ke dua dengan nama Minseifu dipimpin Laksamana Maeda.

Untuk kedudukan pemerintahan militer sementara khusus Asia Tenggara berpusat di Dalat/Vietnam.
Dengan sistem sentralisasi kekuasaan, Jepang mencoba untuk menanamkan kekuasaan di Indonesia. Pulau Jawa menjadi pusat pemerintahan yang terpenting, bahkan jabatan Gubernur Jenderal masa Hindia Belanda dihapus dan diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa. Sementara status pegawai dan pemerintahan sipil masa Hindia Belanda tetap diakui kedudukannya asal memiliki kesetiaan terhadap Jepang. Status badan pemerintahan dan UU di masa Belanda tetap diakui sah untuk sementara, asal tidak bertentangan dengan aturan kesetiaan tentara Jepang.
Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat struktur Birokrasi pemerintahan Militer dan Sipil pada masa pendudukan Jepang dengan melihat bagan di bawah ini.

a. Pemerintahan Militer Jepang

b. Struktur pemerintahan sipil pada masa pendudukan Jepang
Dari penjelasan di atas, tentang kebijakan pemerintah militer Jepang di bidang politik dan birokrasi dampak yang dirasakan bangsa Indonesia antara lain terjadinya perubahan struktur pemerintahan dari sipil ke militer, terjadi mobilitas sosial vertikal (pergerakan sosial ke atas dalam birokrasi) dalam masyarakat Indonesia. Sisi positif yang dapat Anda ketahui, bangsa Indonesia mendapat pelajaran berharga sebagai jawaban cara mengatur pemerintahan, karena adanya kesempatan yang diberikan pemerintah Jepang untuk menduduki jabatan penting seperti Gubernur, dan wakil Gubernur, Residen, Kepala Polisi.


B. Aspek Ekonomi dan Sosial

Pada kedua aspek ini, Anda akan menemukan bagaimana praktek eksploitasi ekonomi dan sosial yang dilakukan Jepang terhadap bangsa Indonesia dan Anda bisa membandingkan dampak ekonomi dan sosial dengan dampak politis dan birokrasi.
Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:

1) Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.

2) Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.

3) Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.

4) Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).

5) Sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasakan bertambah berat pada saat rakyat juga merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. Pakaian rakyat compang camping, ada yang terbuat dari karung goni yang berdampak penyakit gatal-gatal akibat kutu dari karung tersebut.

Adapula yang hanya menggunakan lembaran karet sebagai penutup.
Demikian bentuk praktek-praktek eksploitasi ekonomi masa pendudukan Jepang, yang telah begitu banyak menghancurkan sumber daya alam, menimbulkan krisis ekonomi yang mengerikan dan berakhir dengan tingginya tingkat kematian seperti yang terjadi juga pada bidang sosial di bawah ini, khususnya pergerakan sosial yang dilakukan pemerintah Jepang dalam bentuk Kinrohosi atau kerja bakti yang lebih mengarah pada kerja paksa untuk kepentingan perang.
Luasnya daerah pendudukan Jepang, menyebabkan Jepang memerlukan tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya untuk membangun sarana pertahanan berupa kubu-kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Tenaga untuk mengerjakan semua itu, diperoleh dari desa-desa di Jawa yang padat penduduknya melalui suatu sistem kerja paksa yang dikenal dengan Romusha. Romusha ini dikoordinir melalui program Kinrohosi/kerja bakti. Pada awalnya mereka melakukan dengan sukarela, lambat laun karena terdesak perang Pasifik maka pengerahan tenaga diserahkan pada panitia pengerah (Romukyokai) yang ada di setiap desa. Banyak tenaga Romusha yang tidak kembali dalam tugas karena meninggal akibat kondisi kerja yang sangat berat dan tidak diimbangi oleh gizi dan kesehatan yang mencukupi. Kurang lebih 70.000 orang dalam kondisi menyedihkan dan berakhir dengan kematian dari ± 300.000 tenaga Romusha yang dikirim ke Birma, Muangthai, Vietnam, Malaya dan Serawak. (buku Sejarah kelas II Bumi Aksara).
Kondisi sosial yang memprihatinkan tersebut telah memicu semangat Nasionalisme para pejuang Peta untuk mencoba melakukan pemberontakan karena tidak tahan menyaksikan penyiksaan terhadap para Romusha.

Praktek eksploitasi/pengerahan sosial lainnya yang dapat Anda ketahui adalah bentuk penipuan terhadap para gadis Indonesia untuk dijadikan wanita penghibur ( Jung hu Lanfu) dan disekap dalam kamp tertutup. Para wanita ini awalnya diberi iming-iming pekerjaan sebagai perawat, pelayan toko, atau akan disekolahkan, ternyata dijadikan pemuas nafsu untuk melayani prajurit Jepang di kamp-kamp: Solo, Semarang, Jakarta, Sumatera Barat. Kondisi tersebut mengakibatkan banyak gadis yang sakit (terkena penyakit kotor), stress bahkan adapula yang bunuh diri karena malu. (Sebagai gambaran Anda masih ingat film “Romusha” dengan latar belakang penjajahan Jepang).
Adapun kebijakan pemerintah Jepang di bidang sosial yang dapat dirasakan manfaatnya seperti pembentukan Tonarigami (RT), satu RT ± 10 – 12 kepala keluarga. Pembentukan RT ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan memudahkan dalam mengorganisir kewajiban rakyat serta memudahkan pengawasan dari pemerintah desa.
Perubahan sosial dalam masyarakat Indonesia terjadi pada masa pemerintahan Jepang berupa diterapkannya sistem birokrasi Jepang dalam pemerintahan di Indonesia sehingga terjadi perubahan dalam institusi/lembaga sosial di berbagai daerah (lihat struktur pemerintahan desa/sipil).
Kini, Anda telah dapat mengetahui informasi kondisi politik – ekonomi dan sosial bangsa Indonesia pada masa penjajahan Jepang. Untuk lebih luas pemahaman Anda, silahkan Anda kaji materi di bawah ini yang khusus membahas aspek kebudayaan.

C. Aspek kebudayaan

Kebijakan yang diterapkan pemerintah Jepang di bidang pendidikan adalah menghilangkan diskriminasi/perbedaan siapa yang boleh mengenyam/merasakan pendidikan. Pada masa Belanda, Anda tentu masih ingat, yang dapat merasakan pendidikan formal untuk rakyat pribumi hanya kalangan menengah ke atas, sementara rakyat kecil (wong cilik) tidak memiliki kesempatan. Sebagai gambaran diskriminasi yang dibuat Belanda, ada 3 golongan dalam masyarakat:

1. Kulit putih (Eropa) 


2. Timur Aing (Cina, India dll) 



3. Pribumi


Pola seperti ini mulai dihilangkan oleh pemerintah Jepang. Rakyat dari lapisan manapun berhak untuk mengenyam pendidikan formal. Jepang juga menerapkan jenjang pendidikan formal seperti di negaranya yaitu: SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun. Sistem ini masih diterapkan oleh pemerintah Indonesia sampai saat ini sebagai satu bentuk warisan Jepang.
Satu hal yang melemahkan dari aspek pendidikan adalah penerapan sistem pendidikan militer. Sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk kepentingan perang. Siswa memiliki kewajiban mengikuti latihan dasar kemiliteran dan mampu menghapal lagu kebangsaan Jepang. Begitu pula dengan para gurunya, diwajibkan untuk menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia sebagai pengantar di sekolah menggantikan bahasa Belanda. Untuk itu para guru wajib mengikuti kursus bahasa Jepang yang diadakan.
Dengan melihat kondisi tersebut, Anda akan mendapatkan dua sisi, yaitu kelebihan dan kekuarangan dari sistem pendidikan yang diterapkan pada masa Belanda yang lebih liberal namun terbatas. Sementara pada masa Jepang konsep diskriminasi tidak ada, tetapi terjadi penurunan kualitas secara drastis baik dari keilmuan maupun mutu murid dan guru.
Kondisi di atas tidak terlepas dari target pemerintah Jepang melalui pendidikan, Jepang bermaksud mencetak kader-kader yang akan mempelopori dan mewujudkan konsep kemakmuran bersama Asia Timur Raya, namun dengan jalan yang salah, karena harus melalui peperangan Asia Timur Raya.
Satu hal yang paling menarik untuk Anda cermati adalah pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang agar masyarakat Indonesia terbiasa melakukan penghormatan kepada Tenno ( Kaisar) yang dipercayai sebagai keturunan dewa matahari ( Omiterasi Omikami). Sistem penghormatan kepada kaisar dengan cara membungkukkan badan menghadap Tenno, disebut dengan Seikeirei. Penghormatan Seikerei ini, biasanya diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang ( kimigayo) . Tidak semua rakyat Indonesia dapat menerima kebiasaan ini, khususnya dari kalangan Agama. Penerapan Seikerei ini ditentang umat Islam, salah satunya perlawanan yang dilakukan KH. Zainal Mustafa, seorang pemimpin pondok pesantren Sukamanah Jawa Barat. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Singaparna.
Ada hal yang dapat Anda ketahui dari kebijakan pemerintah Jepang di bidang budaya yakni berkembangnya tradisi kerja bakti secara massal melalui kinrohosi/ tradisi kebaktian di dalam masyarakat Indonesia. Adanya tradisi kebaktian, kerja keras dan ulet dalam mengerjakan tugas. Nilai tradisi Jepang dan kemiliterannya melaui semangat Bushido (semangat ksatria Jepang akan dapat Anda ketahui dari analisa aspek militer).

D. Aspek Kehidupan Militer

Pada aspek militer ini, Anda akan memahami bahwa badan-badan militer yang dibuat Jepang semata-mata karena kondisi militer Jepang yang semakin terdesak dalam perang Pasifik.
Memasuki tahun kedua pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena situasi di medan pertempuran (Asia – Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Mulai dari pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut Karang (Agustus ’42 – Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus 1943).
Situasi di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan diikutsertakn dalam pertempuran menghadapi Sekutu.
Di bawah ini Anda akan mempelajari bentuk-bentuk barisan militer yang dipersiapkan oleh Jepang antara lain:

a. 9 Maret 1943 didirikan gerakan Seinendan (Barisan Pemuda). Pelantikannya dilakukan 29 April 1943, dengan anggota ± 3500 pemuda. Tujuannya untuk melatih dan mendidik para pemuda, agar mampu menjaga dan mempertahankan tanah air dengan kekuatan sendiri. Persyaratan untuk menjadi Seinendan adalah: pemuda berusia 14 – 23 tahun.
Untuk lebih meningkatkan pemahaman Anda. Simaklah gambar 4 diatas, selanjutnya simak uraian materi berikutnya!

b. Pembentukan Barisan Pelajar ( Gokutai) untuk pelajar SD – SLTA, seperti t erlihat pada  gambar     berikut ini:

c. Pembentukan Barisan bantu Polisi ( Keibodan), dengan syarat yang lebih ringan dari Seinendan, usia yang diprioritaskan ± 23 – 25 tahun. Untuk Keibodan ini ada keharusan untuk setiap desa (ku) yang memiliki pemuda dengan usia tersebut dan berbadan sehat wajib menjadi Keibodan. Sistem pengawasan Keibodan ini diserahkan pada Polisi Jepang. Ada beberapa istilah Keibodan sesuai dengan wilayah atau daerahnya seperti di Sumatera disebut dengan Bogodan sedangkan di daerah Angkatan Laut, khususnya di Kalimantan disebut dengan Borneo Konon Hokokudan dengan jumlah pasukan ± 28.000 orang.

d. Pembentukan barisan pembantu Prajurit Jepang ( Heiho) April 1943. Anggota Heiho adalah pemuda berusia ± 18 – 25 tahun, dengan pendidikan terendah SD. Mereka akan ditempatkan langsung pada angkatan perang Jepang (AL – AD). Walaupun berstatus pembantu prajurit tetapi mereka dilatih untuk mampu menggunakan senjata dan mengoperasikan meriam-meriam pertahanan udara. Bahkan saat perang semakin hebat mereka diikutsertakan bertempur ke front di Solomon dan tempat lain. Disinilah para pemuda kita mendapat tempat latihan militer yang sesungguhnya dengan kemampuan yang tinggi.

e. Pembentukan Barisan Semi Militer khusus direkrut dari golongan Islam dengan nama : Hizbullah (Tentara Allah) diantaranya tokoh Otto Iskandinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo

f. Pembentukan Pasukan Pembela Tanah Air ( PETA) tanggal 3 Oktober 1943 dilakukan oleh Letjen Kumakici Harada melalui Osamu Seiri no. 44 yang mengatur tentang pembentukan PETA. Pembentukan PETA ini, Jepang bercermin dari Perancis saat menguasai Maroko dengan memanfaatkan pemuda Maroko sebagai tentara Perancis.Secara khusus penjelasan tentang PETA, akan lebih diperluas, karena peranan anggota PETA ini sangat besar dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankannya. Disinilah inti dari kekuatan militer RI nantinya (sering diistilahkan dengan embrio dari TNI).

g. Pembentukan Jawa Hokokai
Memasuki tahun 1944 kondisi Jepang bertambah buruk. Satu persatu wilayahnya berhasil dikuasai Sekutu, bahkan serangan langsung mulai diarahkan ke negeri Jepang sendiri. Melihat kondisi tersebut pada tanggal 9 September 1944 PM Kaiso mendeklarasikan janji kemerdekaan untuk Indonesia di kemudian hari. Janji ini semata-mata untuk memotivasi bangsa Indonesia agar tetap setia membantu perjuangan militer Jepang dalam menghadapi Sekutu. Beberapa hari sesudah janji kemerdekaan dibentuklah Benteng perjuangan Jawa ( Jawa Sentotai) ini merupakan badan perjuangan dalam Jawa Hokokai, bahkan organisasi lainpun dibentuk seperti Barisan Pelopor ( Suisyintai) dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno, Sudiro, RP. Suroso, Otto Iskandardinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo.
Melalui bentuk-bentuk pelatihan militer di atas, Anda akan dapat memahami sisi positif dan negatif yang dapat dirasakan para pemuda Indonesia. Para pemuda kita tidak hanya dilatih kemampuan dan keterampilan militernya dalam menggunakan senjata tetapi sikap dan mental merekapun tanpa sadar dibentuk dengan suatu semangat Bushido (sikap para ksatria militer Jepang) baik disiplin, keuletan/daya juang yang tinggi, kerja keras, jujur dan berani menghadapi tantangan serta memiliki tanggung jawab.
Sikap mental yang seperti ini akan menjadi kekuatan tersendiri dari para pemuda Indonesia dalam menghadapi kekejaman tentara Jepang seperti dalam pemberontakan PETA. Di sisi lain akan menjadi bekal dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia menghadapi tentara Sekutu, baik yang tergabung dalam laskar-laskar rakyat maupun yang akan menjadi tentara Inti Republik Indonesia. Seperti terlihat pada gambar 6 berikut ini.

Bagaimana dampak negatifnya? Anda tentu sudah dapat membayangkannya bagaimana bentuk eksploitasi (pengerahan) fisik terjadi, baik pada saat pelatihan maupun sesudah menjadi Tentara Sukarela yang dikirim untuk berperang. Mereka yang berada pada usia produktif (aktif 20 – 40 tahun) harus berjuang dengan taruhan nyawa demi membela kepentingan bangsa lain. Sementara bagi mereka yang tidak terjun langsung ke medan juang, tenaga mereka dipersiapkan untuk menyediakan fasilitas perang mulai dari perlengkapan fisik sampai pada penyediaan logistik/bahan makanan untuk tentara.