Ketika Kerajaan Majapahit mulai surut, hiduplah seorang empu keris
yang sakti mandraguna. Dia bernama Jaka Supa putra dari Bupati Empu
yang bernama Ki Supadriya. Jaka Supa adalah seorang pemuda yang
sederhana, namun sangat menyukai tapa brata istilah jawanya adalah
“Gentur lelaku prihatin”. Kelak atas perjuangan tapa bratanya, beliau
akan menurunkan pusaka pusaka yang hebat dan juga menurunkan empu-empu
pembuat keris yang luar biasa di tanah jawa.
Konon pada suatu ketika,
wilayah kerajaan Majapahit dilanda “pagebluk” yang sangat
nggegirisi,hingga banyak para kawula (rakyat jelata) yang pagi sakit
sore meninggal dan sore sakit paginya meninggal.Tidak hanya para rakyat
jelata, banyak juga beberapa bangsawan, pandita dan sebagainya terserang
penyakit yang sangat misterius ini. Hingga akhirnya kekawatiran Sang
Prabu atas nasib penghuni Kraton oleh sebab ganasnya pageblug tersebut
terjadi juga, Dyah Ayu Sekar Kedaton jatuh sakit.Sudah beberapa tabib
pinunjul dari penjuru negeri dihadirkan untuk membatu kepulihan sang
putri, namun toh hasilnya selalu nihil. Bahkan kalau malam menjelang ,
penyakit sang putri kian menjadi jadi.
Untuk menghindari kejadian yang
tidak di inginkan, sang prabu menugaskan segenap abdi dalem untuk
bergiliran menjaga sang putri, khususnya di malam hari. Hingga suatu
malam, sampailah giliran jaga itu jatuh pada Tumenggung Supandriya dan
Tumenggung Supagati. Akan tetapi, karena mereka berdua ternyata sakit,
maka tugas itu diwakilkan kepada anak anak mereka. Jaka Supa putra dari
Tumennggung Supandriya dan Majigjo adalah putra dari Tumenggung
Supagati. Sore itu langit agak mendung, disebelah barat semburat sinar
matahari tampak kemerahan menyaput mega. Hingga dari jauh terlihat
menakutkan laksana banjir darah siap menerkam majapahit. Mereka (Jaka
Supa dan Majigja ) berangkat bersama sama menuju kraton, ditengah
perjalanan tak henti hentinya Majigja menceritakan kerisnya yang indah
berlapis emas hasil buatanya sendiri. Keris itu diberinya nama sabuk
Inten, sebuah keris yang indah, anggun, berpamor eksotis dan menyimpan
enegi gaib yang luar biasa, bahkan sembari bercanda, kadang Majigja
setengah meledek keris buatan Jaka Supa yang diberi nama Kyai Sengkelat
itu. Sengkelat memang berbentuk sangat sederhana, dia sangat polos , tak
banyak ornamen, ibarat naga dia bagaikan seekor naga yang hitam legam
tanpa mahkota. Namun dibalik kesederhanaanya itulah, Sengkelat adalah
keris yang pilih tanding. Sesampai di keputren, mereka berdua langsung
mengambil tempat jaga masing masing. Jaka Supa di sebelah kanan regol,
sedangkan Majigja disebelah kiri.
Beberapa saat waktu berlalu ,tidak
terjadi apa-apa. Namun menjelang tengah malam, tiba tiba angin berdesir
agak kencang menebar aura mistis yang menggetarkan hati para prajurit
yang ikut menjaga kediaman sang putri, angin itu makin melembut dan
melembut, hingga akhirnya banyak prajurit yang kemudian bergelimpangan
tak mampu menahan hawa kantuk yang luar biasa. Tiba-tiba dari arah
Gedong pusaka muncul sinar merah kehitaman yang sangat terang benderang,
sinar itu naik memanjat langit setinggi lima pohon kelapa dewasa.
Sinar tersebut berpendar pendar ke segala penjuru, menebarkan hawa
teluh atau wabah penyakit yang mengakibatkan pageblug tersebut. Jaka
Supa dan Majigja tak bergeming, ternyata hanya mereka berdua yang masih
tersisa dari serangan hawa kantuk tersebut, mereka meningkatkan
kewaspadaan , setelah mereka cermati ternyata sinar yang menebar teluh
tersebut adalah Keris Kyai Condong Campur. Sabuk Inten yang sedari tadi
sudah okrak-okrok pengen keluar dari warangkanya tiba tiba melesat naik
ke angkasa, pertempuran condong campur dan sabuk inten tak terelakan
lagi, namun sabuk inten memang jauh dibawah condong campur, baru sekitar
sepuluh menit sabuk inten dapat dikalahkan dan balik ke warangkanya.
Bahkan lambung Sabuk Inten “grimpil” dibagian depan , akibat hantaman
Condong Campur. Jaga Supa tanggap sasmita, Sengkelat segera dicabut dari
warangkanya setelah mendapat restu, keris pusaka tersebut membumbung
tinggi ke angkasa, pertempuran terjadi sangat sengit sekali, desak
mendesak dan serang menyerang. Setelah hampir subuh condong campur mulai
kewalahan hingga akhirnya Sengkelat berhasil mematahkan ujung condong
campur satu luk, akhirnya condong campurpun ngibrit ketakutan dan masuk
kembali ke gedong pusaka. Sejak saat itu condong campur tak pernah
keluar lagi menebar pageblug, semenjak saat itu pula Dyah Ayu sekar
kedaton berangsur angsur sembuh, dan atas jasa-jasanya Jaka Supa
akhirnya diangkat menjadi Empu Kerajaan kesayangan sang Prabu. Kelak
dari tangannya akan lahir pusaka pusaka hebat yang sampai saat ini
dikejar kejar oleh para pecinta keris, dan dari beliau juga akan lahir
empu empu hebat penerusnya, keturunan terakhir beliau menurut cerita
adalah Empu Djeno Harum Braja dari Ngayugyokarto Hadiningrat.
Berhubungan dengan cerita di atas, simbah selalu berpesan;
Lee..…. tirunen si sengkelat, dia adalah simbol wong cilik tapi sugih ngelmu“bathok bolu isi madu” paribasane. Sengkelat orang seneng nuduhake kasudibyane, walau dia sakti, kuat namun sosoknya sangat sederhana, sak anane atau sakmadya. Menurut simbah Sengkelat menjadi ikon bagi para kawula alit yang berilmu tinggi. Konon, kelak dinusantara ini akan muncul sosok pemuda yang sederhana, tapi ketinggian ilmu lahir batinnya luar biasa, dia berasal dari keluarga biasa, yang lebih aneh lagi pemuda tersebut mempunyai pusaka Kanjeng Kyai Sengkelat sebagai tanda bahwa ia adalah pengemban amanat leluhur. Pemuda tersebut akan berjuang membangun Nusantara menjadi negeri yang aman, adil dan makmur. Untuk kebenaran cerita tersebut saya tidak tahu, namanya juga cuma dongeng, tapi mudah mudahan dongeng ini ada manfaatnya.
Lee..…. tirunen si sengkelat, dia adalah simbol wong cilik tapi sugih ngelmu“bathok bolu isi madu” paribasane. Sengkelat orang seneng nuduhake kasudibyane, walau dia sakti, kuat namun sosoknya sangat sederhana, sak anane atau sakmadya. Menurut simbah Sengkelat menjadi ikon bagi para kawula alit yang berilmu tinggi. Konon, kelak dinusantara ini akan muncul sosok pemuda yang sederhana, tapi ketinggian ilmu lahir batinnya luar biasa, dia berasal dari keluarga biasa, yang lebih aneh lagi pemuda tersebut mempunyai pusaka Kanjeng Kyai Sengkelat sebagai tanda bahwa ia adalah pengemban amanat leluhur. Pemuda tersebut akan berjuang membangun Nusantara menjadi negeri yang aman, adil dan makmur. Untuk kebenaran cerita tersebut saya tidak tahu, namanya juga cuma dongeng, tapi mudah mudahan dongeng ini ada manfaatnya.